Laman

Selasa, 28 Januari 2014

Bangku Taman


Masih terlihat jelas dalam benakku
Bangku panjang nan usang ini
Yang basah karena embun pagi

Waktu itu ku temani kau
Dalam isak airmata yang perih
Dan ucapnmu yang sesakkan hati
Karena goresan perasaan
Dalam tenang ku usap air matamu
Kututup goresan perihmu
Dengan semua harapanku

Namun semua itu tak bertahan lama
Hingga kau pulang. . .

Air Mata Dalam Angin

Dalam sepi kau tinggalkan senyum ini sendiri
Dalam sunyi kau teteskan bulir-bulir embun
Hentikan gurauanmu yang terpaksa itu

Hembusan angin halus t'lah hempaskanku
Terbang bersama kesedihanmu

Seruling bambu mengiringi kepergianku
Alunannya seakan merdu
Pada dunia yang fana ini

Kerpakan sayap-sayap merpati mengusir
Mendampingi tuk kembali
Meninggalkan kebencian dan penyesalan
Kuteteskan air mata ini
Tuk temanimu dalam terpaan angin

Jumat, 24 Januari 2014

Menyambut Pagi


Langit fajar yang hening
Tampak bintang-gemintang memenuhi semesta
Terlihat dari celeh-celah gunung-gunung itu
Gemerisik dedaunan di pohon rindang yang tertiup angin
Menimbulkan suara mendesah

Kala pandanganku kulempar jauh ke ufuk
Tuk amati bintang-gemintang yang berkilauan
Cahayanya laksana bola-bola lampu di atas langit
Sinarnya yang redup menyinari seluruh manusia
Baik bertakwa maupun durhaka
Baik pendosa maupun teraniaya
Baik alim maupun zalim
Semuanya sama pada pandangan langit
Juga pada pandangan yang tersembunyi
di balik ufuk nan jauh di sana

Tiupan angin mulai meresah diantara bulu-bulu kulit
Rembulan pun sudah turun di balik ufuk
Satu persatu bintang mulai padam
Menghilang di angkasa sana

Seketika ufuk tempatmatahari bangkit memerah
Cahayanya menyibak kegelapan malam
Menyongsong indahnya pagi

Sekelompok kabut dingin menyelimuti sekitar
Tetesan embun yang mebasahi dedauan hijau
Bersamaan dengan mekarnya bunga warna-warni
dan Kicaunan burung yang saling bersahutan
Meninggalkan kesunyian malam
Menyambut pagi dengan senyuman
Sejenak menghirup kebebasan alam

Kamis, 09 Januari 2014

Ditelan Kabut






Tenang berdiri saat kabut datang
Embun suci tergelincir di atas daun 
Mengalir bersama jiwa yang damai
Menembus tebalnya kabut yang membutakan mata
Pergi dan tak kembali, berjalan ke depan tanpa menengok ke belakang
Hanya tangisan rintih yang terdengar
Dingin menerkam ke dalam tulang
Burung - burung mulai bernyanyi saat kabut pudar